Sejarah Pengadilan Agama Purwokerto
Ditulis oleh Dent Fauzy
Dengan demikian pada saat itu pola masyarakat Kerajaan Mataram di Kabupaten Banyumas telah ada Majelis Agama yang bertugas menyelesaikan sengketa antar umat islam di bidang tertentu dan peranan Hakim dipegang oleh seorang Penghulu, baik Penghulu Kabupeten (untuk tingkat Kabupaten) dan Penghulu Kanjeng (untuk tingkat Kerajaan)
Masa Penjajahan Belanda
Berdasarkan Statblat 1882 Nomor 152 Tentang Pembentukan Pengadilan Agama di JAwa dan Madura yang dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882, maka secara resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Peradilan yang sah di wliyaha jajahan Belanda (karena berada di pulau Jawa&Madura). Saat itu pimpinan Pengadilan Agama dijabat oleh seorang ketua yang merangkap pejabat Adviseur Bij De Landraad atau yang dikenal dengan Penghulu Landraad.
Kemudian berdasarkan Statblat 1937 Nomor 116 tentang Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Agama membahas tentang hal-hal diantaranya : masalah yg bisa diselesaikan melalui Pengadilan Agama adalah masalah-masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan perkawinan. Dalam perkembangannya, kemudian Pengadilan Agama membatasi wewenangnya pada hal-hal seperti :
- pemeriksaan perselisihan antara suami-istri yang beragama islam;
- perkara lain tentang nikah, talak, rujuk dan perceraian antara umat islam;
- memeriksa&memutus perceraian dan menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak jika memenuhi syarat;
- memeriksa&memutus gugatan nafkah&mas kawin yang belum dibayar serta hak bekas istri yg diceraiakan; selain hal tersebut di atas, Pemerintah Belanda juga memutuskan menghapus kedudukan Ketua Pengadilan Agama sebagai Penasehat Landraad.
Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini, Pengadilan Agama tetap dipertahankan berdasrakan Paraturan Peralihan Pasal 4 Undang-undang Bala Tentara Jepang (Osamu Saire) tanggal 7 Maret 1942 Nomor 1 yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama masuk dalam Kementrian Kehakiman (Shihobu) dari Gunseilanbu (nama kabinet waktu itu) dan disebut degan istilah Sooriyo Hooin (Pengadilan Agama dalam istilah Jepang).
Pada masa ini muali tertata arsip-arsip putusan pada Pengadilan Agama. Dari arsip-arsip itu yang kemudian melalui proses penelusuran sejarah dapat diketahui administrasi dari Pengadilan Agama seperti Ketua, Mejelis dan karyawan yang memebantu dalam proses persidangan. Hal ini lah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Pengadilan Agama Purwokerto. Dari arsip-arsip tersebut dapat diketahui Ketua Pengadilan Agama Purwokerto tahun 1942-1945 dijabat oleh Sooriyo Hooin Penghoeloe Tihoo Hooin Mohammad Dirja dengan anggota Majelis Pengadilan Agama Purwokerto adalah H. Aboemanshoer (Badal Penghoeloe), H. Abdul Ali (Loerah Penghoeloe), Masjhoedi (Guru Agama Islam), M. Minhaj (Naib Kecamatan Ajibarang) dan Mangoed.
Masa Kemerdekaan
Pada saat permulaan Indonesia merdeka maka Pengadilan Agama berada di bawah Kementrian Kehakiman, baru setelah berdiri Kemnetrian Agama tanggl 3 Januari 1946, maka Pengadilan Agama beralih di bawah Kementrian Agama (berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 1946).
Sejak Indonesia merdeka, Pengadilan Agama Purwokerto dipimpin oleh Ketua Pengadilan berturut-turut sebagai berikut :
1. K. Moehamad Dirdja tahun 1938 - 1945
2. KH. ABoemanshoer tahun 1945 - 1949
3. K. Ach. Bunyamin tahun 1949 - 1963
4. KH. Ach. Mudatsir tahun 1963 - 1975
5. Drs. Syamsuhadi Irsyad tahun 1975 - 1987
6. Drs. M. Basiran Yusuf, SH tahun 1988 - 1997
7. Drs. M. Djamhuri Ramadhan, SH tahun 1997 - 2000
8. Drs. M. Zubaidi, SH tahun 2000 - 2002
9. Drs. H. Munasib Zainuri, SH tahun 2002 - 2007
10. Dra. Hj. Siti Muniroh, SH tahun 2007 - 2009
11.Drs. H. Asep Imamudin tahun 2009 - Sekarang
Masa Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sampai sekarang
Setelah berlakunya secara efektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, maka tugas-tugas Pengadilan Agama menjadi semakin besar, karena perkara perceraian yang dijatuhkan oleh suami (cerai talak) yang selama ini tidak harus dilakukan di muka sidang Pengadilan Agama. Demikian pula perkara-perkara ijin poligami, dispensasi kawin, ijin poligami dan gugatan ceraid ari istri. Adapun perkara-perkara lain yang menyangkut perkawinan yang belum diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975 tetap belum menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Maka bisa disimpulkan sejak diberlakukannya UU No. 1 Tahun 1874 tentang Perkawinan, maka tugas Pengadilan Agama Purwokerto meningkat secara drastis.
Sejarah Pengadilan Agama Purwokerto
Kab. Banyumas berdiri pada tanggal 16 April 1582 pada masa Kerajaan Pajang yang merupakan kerajaan islam di Jawa, setelah kerajaan Pajang runtuh maka Kab. Banyumas berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram. Dalam sejarah Kerajaan Mataram terdapat beberapa jabatan keagamaan di tingkat desa diantaranya Kaum, Amil, Modin, Kayim dan Lebai. Kemudian di tingkat kecamatan ada Penghulu dan Naib. Sementara di tingkat kabupaten seorang bupati didampingi oleh patih untuk urusan bidang pemerintahan umum dan seorang penghulu di bidang agama. Pada pusat Kerajaan Matarm, dilingkungan kerajaan terdapat dijumpai Kanjeng Penghulu atau Penghulu Ageng yang berfungs sebagai Hakim pada Mejelis Pengadilan Agama saat itu. Konsep dari sebuah "pengadilan" agama saat itu juga masih sederhana sekali, sebuah majelis hanya terdiri dari Penghulu (sekarang dianggap sebagai hakim) yang bertugas mengadili suatu perkara perdata, yang terdiri dari Penghulu Kanjeng dan Penghulu Kabupaten.Dengan demikian pada saat itu pola masyarakat Kerajaan Mataram di Kabupaten Banyumas telah ada Majelis Agama yang bertugas menyelesaikan sengketa antar umat islam di bidang tertentu dan peranan Hakim dipegang oleh seorang Penghulu, baik Penghulu Kabupeten (untuk tingkat Kabupaten) dan Penghulu Kanjeng (untuk tingkat Kerajaan)
Masa Penjajahan Belanda
Berdasarkan Statblat 1882 Nomor 152 Tentang Pembentukan Pengadilan Agama di JAwa dan Madura yang dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 1882, maka secara resmi Pengadilan Agama diakui sebagai Peradilan yang sah di wliyaha jajahan Belanda (karena berada di pulau Jawa&Madura). Saat itu pimpinan Pengadilan Agama dijabat oleh seorang ketua yang merangkap pejabat Adviseur Bij De Landraad atau yang dikenal dengan Penghulu Landraad.
Kemudian berdasarkan Statblat 1937 Nomor 116 tentang Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Agama membahas tentang hal-hal diantaranya : masalah yg bisa diselesaikan melalui Pengadilan Agama adalah masalah-masalah kewarisan dan kebendaan yang berkaitan dengan perkawinan. Dalam perkembangannya, kemudian Pengadilan Agama membatasi wewenangnya pada hal-hal seperti :
- pemeriksaan perselisihan antara suami-istri yang beragama islam;
- perkara lain tentang nikah, talak, rujuk dan perceraian antara umat islam;
- memeriksa&memutus perceraian dan menyatakan bahwa syarat untuk jatuhnya talak jika memenuhi syarat;
- memeriksa&memutus gugatan nafkah&mas kawin yang belum dibayar serta hak bekas istri yg diceraiakan; selain hal tersebut di atas, Pemerintah Belanda juga memutuskan menghapus kedudukan Ketua Pengadilan Agama sebagai Penasehat Landraad.
Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini, Pengadilan Agama tetap dipertahankan berdasrakan Paraturan Peralihan Pasal 4 Undang-undang Bala Tentara Jepang (Osamu Saire) tanggal 7 Maret 1942 Nomor 1 yang menyatakan bahwa Pengadilan Agama masuk dalam Kementrian Kehakiman (Shihobu) dari Gunseilanbu (nama kabinet waktu itu) dan disebut degan istilah Sooriyo Hooin (Pengadilan Agama dalam istilah Jepang).
Pada masa ini muali tertata arsip-arsip putusan pada Pengadilan Agama. Dari arsip-arsip itu yang kemudian melalui proses penelusuran sejarah dapat diketahui administrasi dari Pengadilan Agama seperti Ketua, Mejelis dan karyawan yang memebantu dalam proses persidangan. Hal ini lah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Pengadilan Agama Purwokerto. Dari arsip-arsip tersebut dapat diketahui Ketua Pengadilan Agama Purwokerto tahun 1942-1945 dijabat oleh Sooriyo Hooin Penghoeloe Tihoo Hooin Mohammad Dirja dengan anggota Majelis Pengadilan Agama Purwokerto adalah H. Aboemanshoer (Badal Penghoeloe), H. Abdul Ali (Loerah Penghoeloe), Masjhoedi (Guru Agama Islam), M. Minhaj (Naib Kecamatan Ajibarang) dan Mangoed.
Masa Kemerdekaan
Pada saat permulaan Indonesia merdeka maka Pengadilan Agama berada di bawah Kementrian Kehakiman, baru setelah berdiri Kemnetrian Agama tanggl 3 Januari 1946, maka Pengadilan Agama beralih di bawah Kementrian Agama (berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor 5/SD tanggal 25 1946).
Sejak Indonesia merdeka, Pengadilan Agama Purwokerto dipimpin oleh Ketua Pengadilan berturut-turut sebagai berikut :
1. K. Moehamad Dirdja tahun 1938 - 1945
2. KH. ABoemanshoer tahun 1945 - 1949
3. K. Ach. Bunyamin tahun 1949 - 1963
4. KH. Ach. Mudatsir tahun 1963 - 1975
5. Drs. Syamsuhadi Irsyad tahun 1975 - 1987
6. Drs. M. Basiran Yusuf, SH tahun 1988 - 1997
7. Drs. M. Djamhuri Ramadhan, SH tahun 1997 - 2000
8. Drs. M. Zubaidi, SH tahun 2000 - 2002
9. Drs. H. Munasib Zainuri, SH tahun 2002 - 2007
10. Dra. Hj. Siti Muniroh, SH tahun 2007 - 2009
11.Drs. H. Asep Imamudin tahun 2009 - Sekarang
Masa Berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sampai sekarang
Setelah berlakunya secara efektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, maka tugas-tugas Pengadilan Agama menjadi semakin besar, karena perkara perceraian yang dijatuhkan oleh suami (cerai talak) yang selama ini tidak harus dilakukan di muka sidang Pengadilan Agama. Demikian pula perkara-perkara ijin poligami, dispensasi kawin, ijin poligami dan gugatan ceraid ari istri. Adapun perkara-perkara lain yang menyangkut perkawinan yang belum diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975 tetap belum menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Maka bisa disimpulkan sejak diberlakukannya UU No. 1 Tahun 1874 tentang Perkawinan, maka tugas Pengadilan Agama Purwokerto meningkat secara drastis.
Komentar